Keputusan Presiden Jokowi memindahkan ibu kota ke luar Jawa, itu keputusan
yang fenomenal. Karena ini bukan hanya memindahkan sebuah kota tetapi
juga mendobrak status quo politik yang menempatkan Jawa sebagai pusat
kekuasaan. Jokowi mengubah paradigma budaya politik dari Jawa sentris
menjadi Indonesia sentris. Bukan hanya dalam tataran retorika politik
tetapi dalam bentuk phisik. “‘ kata teman saya. Wacana pemindahan ibu
kota ini sudah ada sejak era Soeharto. Waktu itu soeharto ingin
memindahkan ibukota ke kawasan jonggol Jawa barat. Kebijakan ini hanya
berkaitan dengan tata ruang DKI yang sudah sesak. Tidak ada dampak
politik NKRI secara makro atas pindahnya ibukota. Disamping itu tetap
membuat perekonomian Indonesia terpusat di daerah Jakarta dan sekitarnya
atau wilayah kota metropolitan Jakarta.
Era sby ada wacana
membuat distrik khusus pemerintahan. Kantor-kantor pemerintahan itu
nantinya akan berpusat di kawasan Istana, Monas, dan sekitarnya. Ide ini
lagi lagi hanya mengukuhkan Jakarta sebagai pusat segalanya di
Indonesia. Dan dikhawatirkan dampak urbanisasi terhadap pertumbuhan
ekonomi tidak optimal. Jakarta akan stuck. Tidak akan ada pertumbuhan
berkelanjutan. Era orde lama, pernah ada wacana memindahkan ibukota ke
kalimantan. Ini sebetulnya ide dari Hatta , wakil presiden pertama
Indonesia. Alasan Hatta karena Palangkaraya ada di tengah tengah
Indonesia. Topografi dan georaphinya mendukung sebagai pusat
pemerintahan. Nah ide Hatta inilah - yang pernah diaminkan oleh Soekarno
- yang ditiru oleh Jokowi sekarang.
Ibukota baru ini akan di
huni oleh 1,3 juta orang yang merupakan pegawai pemerintah dari
kementrian sampai dengan lembaga tinggi negara. Juga termasuk kantor
pusat dari MNC dan kedutaan. Anggaran untuk pembangunan yang akan
berlangsung selama 5-10 tahun mencapai Rp 420 triliun. Luas wilayah akan
mencapai 40.000 hektar. Dari mana dana untuk membangun ? Jokowi sudah
menggariskan bahwa tidak boleh membebani APBN. Dengan demikian maka
peluang proyek ini lebih besar kepada keterlibatan swasta dan BUMN. Apa
trigger terciptanya financial engineering untuk pembiayaan proyek ini?
Yaitu asset yang dimiliki pemerintah di Jakarta. Contoh, Anda bisa
hitung Aset gedung DPR RI dan kawasan Senayan yang luas tanahnya
mencapai 60 hektar. Kalau harga tanah sesuai NJOP per meter Rp. 50 juta
maka nilainya sebesar Rp 30 triliun. Itu baru Senayan. Belum lagi
kawasan lain seperti medan merdeka, Kuningan, Sudirman, Thamrin, dan
lainnya.
Jadi anggaran sebesar 420 triliun rupiah untuk
membangun ibukota baru , itu tidak ada arti dibandingkan dengan asset
pemerintah yang ada di jakarta. Apakah semua harus dijual? Tentu tidak.
DPR tidak akan mengizinkan asset itu dijual. Jadi caranya ? Skema nya
melalui KPBU lewat konsesi hak sewa lahan dan bangunan. Bisa saja
seluruh aset pemerintah yang ada si jakarta di tempatkan dalam satu
holding company yang membawahi semua unit bisnis yang mengelola masing
masing aset dan masing masing mitra KPBU. Jadi aset tidak dijual namun
di leverage value revenue nya. Nah kontrak konsesi ini dapat
disekuritisasi untuk menerbitkan revenue bond, untuk dijual di pasar
uang. Jelas sangat menarik bagi investor karena jakarta bagaimanapun
akan tetap jadi kota metropolitan dan harga tanah akan terus naik.
Disamping itu pengadaan tanah di ibukota baru dalam jangka panjang akan
meningkat seiring berkembangnya kota tersebut. Ini akan menjadi PNBP
dari penjualan lahan untuk pusat bisnis dan komersial.
Jadi
keputusan Jokowi memindahkan ibukota RI keluar Jawa, secara ekonomi
layak. Secara financial menarik. Secara politik memang indah. Menjadikan
ibukota berada ditengah tengah peta wilayah Indonesia, sebagai pusat
bagi semua wilayah yang bernaung dibawah Pancasila dan UUD 45, NKRI.
Distribusi modal dan kesempatan akan terjadi merata. Tidak lagi terpusat
di Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar